Senin, 03 September 2012

"Apa yang dimaksud dengan kota ?"


Daya pikat kota yang memukau dengan kehidupan modern dan glamor seringkali menjadi alasan bagi setiap orang untuk menjadikan kota sebagai tujuan utama dalam mengejar impian dan mencari kehidupan yang lebih layak. Namun sebagian orang sulit untuk mendeskripsikan "Apa yang dimaksud dengan kota ?". Berikut akan dibahas garis besar mengenai kota menurut sudut pandang planologi. 




1. Definisi Kota

Secara Umum
Kota merupakan tempat bermukim warga kota, tempat bekerja tempat kegiatan dalam bidang ekonomi, pemerintahan dsb.

Berdasarkan Istilah
Kota berasal dari kata urban yang mengandung pengertian kekotaan dan perkotaan. Kekotaan menyangkut sifat-sifat yang melekat pada kota dalam artian fisikal, sosial, ekonomi, budaya. Perkotaan mengacu pada areal yang memiliki suasana penghidupan dan kehidupan modern dan menjadi wewenang pemerintah kota.


Menurut UU No 22/ 1999 tentang Otonomi Daerah
Kawasan perkotaan adalah kawasan yang mempunyai kegiatan utama bukan pertanian dengan susunan fungsi kawasan sebagai tempat pelayanan jasa pemerintahan, pelayanan sosial dan kegiatan ekonomi.

Menurut Peraturan Mendagri RI No. 4/ 1980
Kota adalah suatu wadah yang memiliki batasaan administrasi wilayah seperti kotamadya dan kota administratif. Kota juga berarati suatu lingkungan kehidupan perkotaan yang mempunyai ciri non agraris, misalnya ibukota kabupaen, ibukota kecamatan yang berfungsi sebagai pusat pertumbuhan.

Menurut Bintarto
Dari segi geografis kota diartikan sebagai suatu sistim jaringan kehidupan yang ditandai dengan kepadatan penduduk yang tinggi dan diwarnai dengan strata ekonomi yang heterogen dan bercorak materialistis atau dapat pula diartikan sebagai bentang budaya yang ditimbulkan oleh unsur-unsur alami dan non alami dengan gejala-gejala pemusatan penduduk yang cukup besar dengan corak kehidupan yang bersifat heterogen dan materialistis dibandingkan dengan daerah dibelakangnya.

Menurut Max Weber
Kota adalah suatu tempat yang penghuninya dapat memenuhi sebagian besar kebutuhan ekonominya di pasar lokal.

Menurut Louis Wirth
Kota adalah pemukiman yang relatif besar, padat dan permanent, dihuni oleh orang-orang yang hetrogen kedudukan sosialnya.


2. Ciri-ciri Fisik Keruangan Kota
Tidak semua wilayah dapat disebut sebagai kota. Wilayah perkotaan memiliki ciri-ciri fisik seperti di bawah ini.
  • Mempunyai pusat kota.
  • Mempunyai pusat pemerintahan.
  • Mempunyai alun-alun, yaitu lapangan luas yang terletak di pusat kota.
  • Mempunyai paru-paru kota berupa taman kota dan jalur hijau.
  • Mempunyai pusat olahraga dan lembaga penyaluran kreatifitas seni warga.
  • Mempunyai pusat hiburan dan rekreasi warga.
  • Mempunyai pusat perbelanjaan.
  • Mempunyai tempat parkir.
  • Mempunyai tempat pemukiman penduduk.
Tempat pemukiman penduduk kota dibagi menjadi beberapa kelas. Diantaranya adalah sebagai berikut:
  • Pemukiman kumuh. Pemukiman kumuh pada umumnya terdapat di belakang pusat perbelanjaan, di sekitar daerah sungai, dan di sepanjang jalur rel kereta api.
  • Pemukiman proletar. Ciri-ciri pemukiman proletar adalah memiliki rumah dengan luas dibawah 21 meter persegi dan ditempati masyarakat ekonomi menengah ke bawah.
  • Pemukiman kelas menengah. Ciri-ciri pemukiman kelas menengah adalah memiliki rumah dengan luas antara 21 sampai 75 meter persegi.
  • Pemukiman kelas elit. Pemukiman kelompok elit memiliki taraf hidup yang lebih baik dari tiga kelas lainnya. Luas rumah pemukiman elit lebih pada umumnya lebih dari 75 meter persegi.

3. Ciri-ciri Masyarakat Kota

Masyarakat kota dibentuk dari gabungan beberapa masyarakat daerah yang terletak di sekitar wilayah tersebut. Ciri-ciri perilaku dan kebiasaan masyarakat kota yang dapat kita saksikan saat ini antara lain:
  • Egois. Tumbuhnya sikap egois disebabkan karena adanya pengaruh individualis sehingga melahirkan persaingan antar warga.
  • Memiliki pekerjaan yang beraneka ragam. Pekerjaan masyarakat kota pada umumnya bergerak di bidang jasa dan perdagangan.
  • Masyarakat kota berfungsi sebagai agent of change (agen perubahan) karena pola pikir masyarakat kota terbuka dalam menerima budaya pengaruh dari luar.
  • Kehidupan keagamaan masyarakat kota sudah berkurang karena kesibukan kerja, masyarakat menjadi materialistis, memiliki kontrol sosial rendah, dan emosi keagamaan berkurang.
  • Kota memiliki kesempatan kerja yang luas. Pekerjaan di kota meliputi pekerjaan formal dan non formal dengan berbagi bidang kehidupan yang ada.
  • Penduduk kota tidak mengenal gotong-royong dalam menyelesaikan permasalahan seperti halnya warga desa.
  • Kehidupan penduduk kota bersifat glamour (mewah) karena masyarakat kota memiliki banyak uang untuk memenuhi kebutuhan hidup.
  • Antar masyarakat kota terdapat kesenjangan sosial tinggi. Perbedaan antara kaya dan miskin sangat mencolok dan memberi status sosial bagi masyarakat.
  • Penduduk kota umumnya memiliki tingkat pendidikan tinggi karena kesadaran untuk memenuhi kualifikasi lapangan pekerjaan yang tersedia.
  • Sebagian besar masyarakat kota bekerja di bidang industri. Tidak terdapat pekerjaan bidang agraris di wilayah kota.

4. Pola Perkembangan Kota

Sebuah wilayah pedesaan dapat berkembang menjadi wilayah kota karena perkembangan fungsi dan manfaat kota tersebut bagi wilayah di sekitarnya. Perkembangan kota menurut asalnya dapat dibagi menjadi:
  • Kota pusat perdagangan. Contoh: Makassar, Surabaya, dan Batam.
  • Kota pusat perkebunan. Contoh: Bogor dan Malang.
  • Kota pusat pemerintahan. Contoh: Jakarta.
  • Kota pusat pendidikan. Contoh: Yogyakarta.
  • Kota pusat kebudayaan. Contoh: Yogyakarta, Surakarta, dan kota-kota kecil di Bali.

5. Tahap Perkembangan Kota

Sebuah wilayah desa juga dapat berkembang menjadi wilayah perkotaan menurut perkembangan tingkat besar-kecilnya wilayah, perilaku warga, dan hal-hal lain yang mendukung terbentuknya pola keruangan masyarakat kota. Berdasarkan tahapan perkembangannya, para ilmuwan membagi kota menjadi beberapa tahap:
  • Eupolis. Masyarakat masih tersusun dan berkumpul dalam kelompok-kelompok kecil serta berbaur dengan kehidupan masyarakat agraris.
  • Polis. Wilayah sudah mulai berkembang namun penduduknya masih hidup dalam keluarga kecil dan saling melakukan kontrol sosial antar anggota masyarakat.
  • Metropolis. Kota metropolis ditandai dengan berkurangnya organisasi sosial, tanda-tanda fisik dapat dilihat berupa bentang alam dan daerah industri, serta semakin tinggi sikapnya individualisme dan persaingan ekonomi. Contoh kota metropolis adalah Jakarta, Bandung, Surabaya, dan Medan.
  • Megapolis. Kota megapolis ditandai dengan semakin meluasnya aturan-aturan birokrasi sehingga menyebabkan seseorang kesulitan dalam menerima pelayanan publik. Ciri lain kota metropolis adalah pemusatan kekuasaan berada pada kekuatan kelompok dan semakin berubah-ubahnya peran sosial individu. Kota megapolis saat ini berkembang di kota-kota besar di Amerika Serikat. Contoh kota megapolis adalah Boston.
  • Tiranopolis. Kota tiranopolis ditandai dengan adanya kekuatan massa dalam kehidupan sosial masyarakat, kehidupan diwarnai dengan aksi demonstrasi, dan kota tersebut bersifat parasit, artinya untuk mencukupi kebutuhan hidup warganya tergantung kepada kota lain. Dalam prakteknya, kota tiranopolis belum bisa kita jumpai dan sebatas hipotesa ilmiah.
  • Netropolis. Netropolis merupakan perkembangan dari kota tiranopolis. Kota netropolis dtandai dengan terjadinya bahaya perang dan terjadi kelaparan warga. Sama dengan tiranopolis, kota netropolis saat ini belum bisa kita jumpai dan baru sebatas hipotesa para ilmuwan.

6. Unsur Kota
Ada empat unsur yang terdapat dalam kota yang harusdiperhatikan dan mendapat tanggapan positif dari warga jika ingin hidup aman di dalamnya. Unsur-unsur tersebut adalah:

1.     Anonymity memberi makna bahwa kita, sebagai individu yang hidup di kota, adalah bagian dari kota tersebut. Dalam sebuah kota, tentu saja, ada sebuah aturan yang biasa disebut  urban convention (kesepakatan hidup di kota). Aturan-aturan tersebut harus ditaati oleh semua penduduk kota tanpa terkecuali. Jika tidak, akan terjadi chaos(kekacauan) dalam kota tersebut, baik dari segi sistem dan pergaulan masyarakatnya. Urban convention ini dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu:
-          Legal convention, seperti  peraturan rambu-rambu lalu lintas; traffic light. Semua penduduk kota telah sepakat jika lampu hijau berarti jalan, kuning berarti hati-hati dan merah berarti berhenti. Kesemuanya harus ditaati, jika dilanggar, akan terjadi keadaan jalan yang semraut bahkan bisa mengakibatkan kecelakaan. Contoh lain, menyebrang di zebracross atau jembatan layang.
-          Cultural convention, merupakan semua kesepakatan yang didasari oleh norma, adat istiadat atau kebudayaan setempat. Sebagai contoh, mempersilahkan orang tua atau wanita hamil untuk duduk saat bis telah penuh.

2.     Heterogenity. Secara bahasa, heterogenity berarti keanekaragaman. Sudah menjadi sebuah fenomena bahwa pergerakan massa akan mempunyai tujuan yang sama, kota. Segala lapisan masyarakat, baik tua maupun muda, kaya ataupun miskin, perempuan ataupun laki-laki, bahkan yang berpendidikan maupun yang tidak, semuanya berbondong-bondong memasuki kota dengan berbagai alasan (bekerja  atau menuntut ilmu). Oleh karena hat tersebut, kota memiliki berbagai macam karakter individu. Segala macam perbedaan berbaur menjadi satu di sana.

3.     Density. Density berarti kepadatan. Density biasanya dihitung dengan rumus jumlah populasi per luas lahan. Semakin banyak jumlah populasi per meter persegi, berarti kepadatan di suatu daerah semakin tinggi.
Fenomena “rame-rame ke kota” merupakan salah satu faktor pemicu tingginya kepadatan.  Faktor lain yang menjadi penyebab tingginya kepadatan penduduk adalah masalah kesenjangan ekonomi. Orang  ‘berduit’ mampu membeli lahan yang luas, membangun rumah mewah di atasnya hanya  untuk ditinggali oleh lima orang saja. Sementara dipinggiran kota, masih banyak keluarga yang beranggotakan sembilan orang hidup dalam ruang yang berukuran 36 meter persegi. Tentunya, kepadatan yang terjadi di rumah petak sederhana lebih tinggi dari kepadatan di rumah mewah. Sangat ironis memang.

4.     Social intensity mempunyai arti intensitas social. Orang yang hidup di kota dan berencana untuk pindah ke sana, harus memperhatikan hal ini. Bagaimana cara penduduk kota bergaul satu sama lain dan seberapa sering mereka bergaul dengan masyarakat sekitarnya.
Kadang seseorang akan menrasa nyaman jika bergaul dengan orang yang memiliki kesamaan dengan dirinya. Entah itu kesamaan hobi, suku, agama, pendidikan dan sebagainya. Dari kesamaan itulah akan timbul komunitas-komunitas yang dapat menjadi sebuah potensi kota jika kegiatan komunitas itu positif tentunya.



Berdasarkan bacaan diatas; "Apakah kita sudah siap menjadi warga kota? Sudahkah kita menjadi warga kota yang baik?" setiap orang mempunyai jawaban yang berbeda-beda. Satu yang pasti, kita harus menyadari bahwa kita adalah bagian dari kota dan kita berkewajiban untuk menjaga, melindungi dan melestarikan potensi kota. Selain itu kita juga wajib menjaga keamanan dan ketertiban di kota tempat tinggal kita.
            Ada beberapa solusi yang bisa kita lakukan untuk kota kita.
-          Taati peraturan yang berlaku. Dengan demikian sistem dalam kota akan berjalan dengan lancar.
-          Jangan jadikan perbedaan menjadi suatu alat untuk menjauhkan diri dari orang lain. Justru, jadikan perbedaan tersebut sebagai sebuah tali yang dapat menyatukan kita dengan masyarakat. Setiap individu mempunyai kelebihan dan kekurangan masing-masing. Oleh karena itu, kita wajib saling mengisinya.
-          Percantik lingkungan kita. Entah kita berada di lingkungan mewah atau di perumahan padat, kita wajib menjaga kebersihan. Jangan membuang sampah sembarangan, pisahkan sampah organik dan anorganik. Tanaman juga bisa digunakan untuk memperindah lingkungan. Dengan menanam tanaman berati kita telah turut melawan global warming yang meresahkan. Lingkungan pun menjadi asri dan sehat.
-          Dengan mengikuti kegiatan positif di masyarakat, berarti kita telah mempersilahkan mereka untuk mengenal kita. Kegiatan-kegiatan tersebut dapat dijadikan sebagai ladang untuk menambah wawasan. Di sisi lain, kegiatan positif tersebut dapat menjadi potensi bagi sebuah kota.

Dengan melakukan kegiatan positif dan berpikiran positif, akan tercipta suasana kota yang positif pula. Kelangsungan kota bergantung pada semua elemen yang berada di dalamnya, bagaimana mereka bersinergi untuk melestarikan kota mereka.